RIWAYAT HIDUP KH. LATHIFI BAIDHOWI, ra


THORIQOH AN NAQSYABANDIYAH AL. MUDZHARIYAH
K.H. LATHIFI BAIDHOWI
SEKILAS RIWAYAT DAN FATWA


PONPES
RUBATH AN NAQSYABANDIYAH
SUKOSARI - GONDANGLEGI - MALANG
JAWA TIMUR



SEKILAS
RIWAYAT DAN FATWA
K.H. LATHIFI BAIDHOWI

Penulis:
Mohammad Karim

Penyunting:
Drs.Ahmadi Ali
Drs.Wahyudi
Erna, S. Psi
M.S. Hadi
Devi Rahmania
Zuhdi

Penerbit:
PONPES
RUBATH ANNAQ SYABANDIYAH
Sukosar Gondang legi, Malang

Editor Pelaksana:
Hasanah

Design Sampul:
Hartono Zain

Penanggung Jawab Produksi:
K.H.Zahid


KATA PENGANTAR


BismiIIahirrahmanirrohim,

Puji syukur kami panjatkan ke Hadirat Allah SWT atas terbitnya buku
ini. Lantaran hanya berkat rahmat-Nya buku ini akhirnya sampai di tangan Ikhwan dan Akhwat
se-Naqsyabandiyah di mana saja anda berada. Sholawat dan salam kami
haturkan kepada Baginda junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, beserta para
shahabat nya dan kepada umatnya hingga akhir zaman.
Pada akhir tahun 1993 ada seorang murid tarekat yang berasal dari
Pontianak Kalimantan Barat ,meminta kepada Hadratus Syeik K.H. Lathifi
untuk menulis riwayat hidup. Dengan rendah hati Hadratus Syeik menolak
permintaan ini, karena beliau merasa dirinya tidak pantas untuk dipublikasikan.
Namun murid tarekat tersebut tetap meminta dan memintanya dengan alasan
untuk kepentingan Naqsyabandiyah dan punya maksud ingin menjadikan buku
ini sebagai kenang-kenangan untuk murid-murid Hadratus Syeik yang tersebar
di penjuru Nusantara Singkat cerita akhirnya beliau menuruti permintaan murid
tarsebut itu. Pada awal tahun 1994 Hadratus Syekh menugaskan saya sebagai
penulisnya Hadratus Syehk menyerahkan daftar tulisan tangan ber bahasa madura
dan meminta saya untuk menulis dan menyusunnya menjadi sebuah buku.
Walaupun saya tidak terlalu berpengalaman dalam bidang jurnalistik, saya tarima
juga tugas berat ini. Dalam menulis buku ini saya menggunakan metode yang
sangat sederana. Saya menterjemahkan tulisan tangan Hadratus Syekh kedalam
bahasa lndonesia dan beberapa kali saya meminta keterangan atau mengadakan
wawancara singkat untuk memperluas sedikit riwayat. Agar suya tidak terjadi kesalahan riwayat dan fatwa saya men-tashihnya kembali (koreksi) hingga empat
kali kepada Hadratus Syekh.
Buku sekilas autobiografi dan fatwa akhinya selesai saya susun(tulis)
pada bulan Juli l994.Dan saya menyerahkan buku ini kepada Hadratus Syekh
untuk diberikan kepada murid tarekat yang memintanya itu, Namun murid tarekat
Pontianak itu tampaknya kesulitan biaya untuk menerbitkan, dan dia
mengembalikan lagi buku ini kepada Hadratus Syekh. Akhirnya Hadratus Syekh
menghadiahkan dan mengijinkan saya untuk mempublikasikannya dikemudian
hari. Buku autobiografi dan fatwa ini saya simpan hingga Hadratus Syektr wafat
tanggal 25 Juni 1996. Dan buku ini tetap berada di tangan saya hingga akhimya
bisa diterbitkan pada tahun 2004 ini.
Sayai ngin mengucapkan terima kasih kepada keluarga Hadratus Syekh
dan kawan-kawan yang telah membantu saya. Semoga buku sederhana ini
bermanfaat untuk saya dan kawan-kawan se-Naqsyabandiyah di pelbagai
Propinsi di Nusantara ini. Wabillahi Taufiq wal hidayah.







Penulis




DAFTAR ISI

Kata Pengantar..............
Daftar Isi ...............

RIWAYAT
I. AWAL DAN PERTENGAHAN TAHUN-TAHUN KEHIDUPAN....
A. Masa Kanak-kanak dan Pendidikan Agama hingga Remaja
B. Masa-masa Sulit
C. Masa Mempertahankan kemerdekaa.n.. ............
II. BERBAI'AI DAN MENGUNDANG GURU MURSYID.
III. DIANGKAT GURU MURSYID ..................
A. Diangkat oleh Almukarrom KH. Ali Wafa sebagai Khalifahnya......
B. Dua Ijazah dari Syekh Sayyid Muhammad bin Alwi-Maliki Al-Hasani.
C. Diundang kePelbagaiP ropinsi sejak Tahun 1976-1994................

FATWA
THORIQOH ANNAQSYABANDIYAH AL-MUDZHARIYAH
SYUKUR ...........:....... .......
HUJJAH .........
PERTANTYAAN-PEKTANYAAN DUA MALAIKAT DI DALAM KUBUR
KEPUSTAKAAN NAQSYABANDAH......... ..................



RIWAYAT

AWAL DAN PERTENGAHAN TAHUN - TAHUN KEHIDUPAN


A. Masa Kanak-kanak dan Pendidikan Agama Hingga Remaja


KH. Iathifi Baidhowi demikianlah nama umum saya yang dikenal, orang
tua Saya sendiri memberi nama Muhammad Sholeh. Ayahanda saya bernama
Haji Baidhowi bin Ismail dari Desa umbul Kecamatan Tambulangan Kabupaten
sampang Madura. Ibunda saya bernama Hajah Khotijah keturunan banjar-
Tambulangan yang juga masih Kabupaten Sampang Madura.

Orang tua saya pindah dari Desa Umbul ke Desa Sukosar Kecamatan
Gondanglegi Kabupaten Malang, sekitar tahun 1900-an. Dan di Sukosarilah
saya dilahirkan pada tahun1919. Sayangnya saya sendiri tidak mengetaui secara
pasti tanggal dan bulannya (Allahua'lam), tetapi yang jelas tahun tersebut adalah
awal tahun kehidupan di asuh orang tua saya sendiri,
Meskipu masih kanak-kanak Ayahanda saya sudah mendidik ilmu agama
kepada saya secara harmonis sekali. Pada waktu itu kepada ayahanda, saya
sudah mengaji Qur'an Kitab Safinatunnajah, sullam taufiq, Jurmiyah' izzi dan
ilmu tasrif setiap harinya.
Setelah dikitan berusia 7 tahun, lalu saya diambil dan diasuh bibinda
saya yang bernama Nyai Khotijah ( Nyai Khotija ini adalah saudara perempuan
ayahanda saya atau istri Almukarram Kiai Syamsuddin). Disana saya belajar
ilmu nahwu, ilmu tasrif, ilmu tauhid, dan lain-lain. Oleh karena di sana cukup
banyak santri, saya mendapat tugas dari paman ( Kyai syamsuddin) untuk
mengajar santri bagian kumpung, mengajar bab sholat, imam, tauhid, rukun lslam,
rukun Iman dan Sifat-sifat Allah yang Dua Puluh. Sudah menjadi kebiasaan,
tiap tiap hari Jum'at santri-santri bagian kampung yang belajar kepada saya,
dengan Kiai Syamsudddin di tes atau diuji di muka umum di masjid pinggiran.
yang mendengarkan adalah para jemaah jum'at dengan kiai syamsuddin.
diadakan soal-jawab seputar rukun Islam, rukun Iman dan lain-lain; artinya Kiai
mengajar masyarakat umum sambil diadakan cerdas-cermat antara guru dengan
santrinya. Setelah diasuh oleh keluarga Kiai Syamsuddin di Desa Umbul selama
tujuh tahun yaitu sejak tahun 1926 , maka pada tahun 1932 saya dengan Kiai
Syamsuddin dibawa dan dimondokkan kepada Almukarram Kiai Zainal Abidfuidi
Kwanyar Kabupaten Bangkalan. 1 Lalu saya mengaji Kitab Muhtashor dan
Kitab Kafrawi. Dengan kesan baik Kiai ZainalAbidin menerima saya. Saya
setiap harinya disuh membantu di rumahnya seperti menyapu halaman, mengisi
air kamar mandi, membantu di dapur dan berbelanja ke pasar.
Setelah mondok di pondoknya Kiai Zainal Abidin selama dua tahun,
maka pada tahun 1934 saya pindah ke pondoknya Almukarram Kiai Makki
Hasbullah di Kauman (masjid Kota Sampang). Usia saya di sini sudah beranjak
umur 15 tahun. Di pondok saya belajar atau mengaji kitab-kitab seperti
Mutammimah, Imrithi, Qotrunnada, Syadur dzah ab. Ilmufiqih. Fathul mu'in,
Fathul Qorib, Fathul Wahhab dan la:rl'-larn.Ilmu badi', Kitab Showi dan lainlan.
Ilmu tafsir Kitab Jalalain dan Hammami, selain itu sayajuga mempelajari
IImu 'urud. Saya tinggal di pondok ini selama empat tahun.
Kemudian pada tahun 1938 saya melanjutkan pelajaran, pindah ke
pondoknya Almukarram Kiai Shonhaji Jazuli di Tengginah Kabupaten
Pamekasan. Di sana saya mengaji ilmu faro'id dani lmu falaq. Karena bakat
dan ketekunan penyantrian, maka pada tahun itu, Kiai Shonhaji Jazuli menyuruh
kepada saya untuk meyusun sebuah buku mengenai ilmu Faroid dengan
menggunakan jadwal.
Setelah hampir tiga tahun menjadi santri Kiai Shonhaji Jazuli, kemudian
pada akhir tahun 1940 saya melanjutkan penyantrian, pindah ke pondoknya
Almukarram Kiai Khosni di Siwalan Panji Buduran Kabupaten Sidoarjo. Di
sana saya mondok hampir selama duatahun, hingga penjajah Jepang pada bulan
Maret 1942 datang ke Indonesia menggantikan kedudukan penjajah Belanda-
Perludicatat; Kiai Syamsuddin Umbul dan Kiai Zainal Abidin Kwanyar
adalah guru Thoriqoh An Naqsyabandiyah Al Mudzhariyah. Lihat silsilah


B. Masa-masa Sulit

Setelah mondok di Sidoarjo, hampir bersamaan dengan datangnya
penjajah Jepang, saya dibawa pulang ke Sukosari oleh orang tua. Enam bulan
setelah Jepang ada di Indonesia, dengan orang tua, saya dikawinkan dengan
putri Haji Hasan yang bernama Hajjah Latifah; tempat tinggalnya di Daerah
Bululawang (kira-kira I 2 Km ke Utara Gondanglegi).
Selama pemerintahan Jepang saya tinggal di Bululawang. Sebagaimana
telah diketahui sejarah, penjajah Jepang sangat bengis sekali, lebih brutal dari
penjajah Belanda sebelumnya. Jepang secara dramatis menghancurkan ta`tatanan
sosial, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia tanpa ampun. Mereka memeras,
menyiksa dan membodohi rakyat. Hal ini berlaku di mana-mana seperti halnya
di Bululawang. Saya dengan pemerintah Jepang didaftar dijadikan keibondan
(sekarang semacam hansip)2. saya dilatih baris-berbaris dan semacamnya setiap
hari. Bahkan sebelum Jepang akan mengalami kekalahan perang dengan sekutu.
pemerintah Jepang yang ada di lndonesia khawatir lalu merekrut rakyat pribumi
untuk dilatih militer. Untuk menghadapi dan mengantisipasi serangan sekutu ke
Indonesia mereka membodohi rakyat dan bersesumbar' hancurkan musuh kita
itulah Inggris dan Amerika! "
Oleh sebab itu, tentara Jepang yang ada di Malang juga mendaftar saya
untuk dilatih militer, malahan tidak tanggung-tanggung saya didaftar sebagai
anggota pasukan Jibaku (pasukan berani mati). Pasukan Jibaku adalah pasukan
elite Jepang pada waktu itu. Saya di didik dan dilatih militer secara disiplin tinggi,
layaknya semacam korp pasukan khusus; menggunakan bom, membuat ranjau
danlain-lain. Namun akhimya pada bulan Agustus 1 945 , dua kota di negara Jepang
dibom oleh Amerika yaitu Nagasaki dan Hirosima. Sehingga tentara Jepang
yang ada di Malang pun saya lihat tidak terkoordinir alias kocar-kacir. Malahan
banyak yang dibunuh oleh pemuda-pemuda Indonesia karena mereka dulunya
sangat kejam, bahkan banyak yang melakukan bunuh diri ataupun lari ke gunung-
gunung dan goa-goa.
2 Keibondan adalah barisan pembantu polisi. Dahulu penjajah Jepang membentuk
barisan dari orang-orang pribumi berupa: heiho, fujinkai, seinendan, peta( pembela
tanah air) dan lain-lain. Lihat Kepustakaan.

C. Masa Mempertahankan Kemerdekaan

Sebagaimana telah ditulis sejarah setelah bangsa Indonesia menyatakan
kemerdekaannya pada tanggal I7 Agustus I945, Belanda ingin menjajah lagi di
negara kita dengan membonceng tentara sekutu. Tetapi rakyat, para Kiai dan
tokoh-tokoh masyarakat sepakat untuk mempertahankan negara kita akhirnya
meletuslah perang gerilya di mana-mana (termasuk di daerah Malang sendiri).
Selama peperangan gerilya" saya masuk anggota pasukan Hizbullah atau
pasukan Mujahidin di bawah pimpinan Kiai Ilyas dari Jawa Tengah. Saya
bersama pasukan Hizbullah bergabung dengan tentara divisi Sawunggaling yang
ada di Surabaya. Di dalam perang gerilya saya, membawahi 40 barisan gerakan
dari tentara Hizbullah yang hanya bersenjata takiyari (bambu runcing)3A. Karena
memang sudah pengalaman di latih pasukan elite Jepang saya dalam membawahi
pasukan Hizbullah diberi pangkat Ietnan. Saya juga memimpin sebuahp asukan
elite Hizbullah yang bernamabarisan maling. Baisan maling ini bertugas untuk
mencuri senjata dan amunisi di pos-pos atau markas tentara Belanda terutama
di daerah Sidoarjo. Hasil pencurian senjata dan amunisi selanjutnyaya diserahkan
kepada BKR (Badan KeamananR akyat).3B'Padaw aktu itu, para pejuang
kernerdekaan memang sangat kekurangan senjata.
Peperangan gerilya memakan waktu agak lama Saya hampir tertangkap
oleh Belanda pada waktu memperoleh tugas dari Kiai Ilyas untuk mengontrol
keadaan tentara Hizbullah yang ada di Madura. Untuk melaksanakan tugas,
saya menyeberang ke pulau Madura menyamar sebagai seorang santri. Saya
naik perahu tumpangan dari Pasuruan ke Sampang. Setelah tiba di Madura,
saya mengkoordinir Barisan Hizbullah dan mematai-matai keadaan posisi tentara
Belanda di sana selama beberapa hari.
Usai melaksanakan tugas, saya kembali ke Jawa mengambil rute yang
sama yaitu saya naik perahu tumpangan lagi dari sampang. Namun, di tengah
perjalanan pulang tiba-tiba perahu yang saya tumpangi dikejar dan diperintahkan
untuk berhenti oleh kapal perang (patroli) Belanda. Ditengah laut perahu akhimya
berhenti. Saya lihat dari geladak, para awak kapal perang menodongkan senjata
3a Dari gerakanl askar Hizbullah, anggota regu atau anggota peleton biasanya hanya
disebut barisan
3b Dahulu Angkatan Bersenjata Republik Indonesia ( ABRI) pertama kali dibentuk
nanumya BKR Kemudian diubah TKR, TRI dan sekarang namanya TNI. Lihat
Kepustakaan.
mesin ke arah perahu. Sembari menuunkan tangga ke perahu, mereka
memerintahkan agar semua penumpang untuk naik ke atas kapal perang. Saya
lihat para penumpang banyak yang panik sewaktu mereka naik satu persatu ke
atas kapal. Setelah semua para penumpang berkumpul di geladak kapal, langsung
digeledah dan diperiksa satu persatu serta diminta menunjukkan surat identitas.
Sewaktu giliran saya di periksa saya tenang-tenang saja, sebab saya sudah
membungkus surat dokumen dan identitas ke dalam bumbung ( selongsong bambu
yang telah dibungkus plastik) dan menyembunyikannya serta mengikatnya di
bawah perahu yang saya tumpangi itu. Karena tidak bisa menunjukkan surat
identitas, akhirnya saya ditahan seorang diri di dalam WC kapal.
Para awak kapal menaruh rasa curiga menggeledah dan menginterogasi
apa di antara para penumpang terdapat seorang ekstrimis (pejuang). Selama 2
jam, sambil menodongkan senjata dengan bahasa Belanda mereka membentak bentak.
Para penumpang banyak yang gemetar dan menangis. Karena tidak
menemukan apa yang mereka cari ( ekstrimis/pejuang), akhimya para penumpang
diturunkan kernbali ke perahu. (Saya yang selama 2 jam disekap di dalam WC
kapal, akhrinya dilepas juga). Karenabanyak yang panik, waktu akan dilepaskan,
para penumpang perorangnya diberi sepotong keju.
Setelah berada di perahu dan kapal perang Belanda sudah pergi, saya
lihat para penumpang merasa lega hatinya, walaupun masih ada yang bersungut sungut
dan menggerutu. Ditengah suasana yang demikian, lalu saya
memperlihatkan I4 stel kaos baju.
"Gus, dapat dari mana kaos-kaos bagus sebanyak itu ?" tanya para
penumpang terheran-heran.
"Tadi sewaktu saya ditahan di dalam WC kapal, saya melihat kaos kaos
baju milik awak kapal belanda ini digantungkan di sana. Lalu saya pakai
dan selebihnya saya sernbunyikan di balik baju saya. Waktu saya dilepas, belanda belanda
itu tidak melihat saya membawa kaos-kaos bajunya." Jawab saya
tersenyum. Mendengar saya bercerita demikian semua penumpang tertawa
terpingkal-pingkal.
"'Wah, Sampeyan itu pemberani ! Sampeyan' kan sudah tahu, sewaktu berada di kapal perang, para penumpang kita ini banyak yang gemetar dan
menangis. Eh ! kok malah Sampeyan yang balas dengan cara mencuri terang terangan k
aos-kaos milik tentara Belanda itu !" canda pengemudi perahu yang
disambut sorak dan gelak tawa para penumpang.
"Gus, bagi-bagikan saja untuk kami," gurau penumpanya yang lain.
"Ambil saja dah semuanya memang untuk kalian kok."Ucap saya
tersenyum. Diberi kesempatan demikian mereka lalu berebutan untuk
mengambilnya. Dengan tertawa terbahak-bahak mereka tidak borhenti bergurau.
Pembaca harap maklum. Mereka tidak tahu bahwa saya adalah
komandan Barisan Maling dari gerakan perjuangan laskar Hizbullah. Mereka
bertanya kenapa tidak ikut takut menghadapi awak kapal perang Belanda. Dan
mereka heran kenapa saya tanpa rasa takut secara terang terangan mengambil
kaos-kaos baju milik awak kapal perang itu. Sebab kalau kepergok; apalagi
tidak punya surat identitas, maka saya mungkin ditembak mati atau dibawa ke
Surabaya sebagai tawanan perang. Kepada mereka saya tetap menyembunyikan
atau tidak mengaku bahwa saya adalah seorang pejuang. Kejadian ini secara
tidak sengaja saya telah membuat hiburan bagi para penumpagnya yang ketakutan
akibat operasi militer patroli kapal perangit. Akhirnya perahu angkutan orang-
orang sipil ini berlayar meneruskan perjalanannya kembali dengan selamat hingga
tiba di pantai daerah Kabupaten Pasuruan.
Sebagai seorang pejuang, saya pun bisa dalam membuat bom dari
bumbung (sejenis dinamit atau bahan peledak yang dibungkus selongsong bambu).
Keterampilan ini saya peroleh atas pelatihan militer pasukan Jibakutai sebelum
kemerdekaan. Dinamit bambu ini hanya digunakan untuk melumpuhkan
kendaraan lapis baja yaitu dengan cara digilaskan kepada kendaraan tersebut.
Meskipun kerusakan tidak seberapa para, itupun sudah cukup untuk melumpuhkan
dan membingungkan pasukan Belanda
Suatu kengerian dalam perang yaitu menyerang ataupun di serang adalah
hal yarrynrtinitas.Kadang-kadang, serdadu Belanda menyerang atau menggempur
para pejuang kita secara mendadak ataupun bertindak curang. Saya pernah
bersama dengan beberapa anak buah dikepung dan dihujani peluru bertubi-tubi
oleh serdadu Belanda yang memang pada saat itu saya tidak siap melayani mereka akhirnya dengan segala dan upaya saya bersama dengan anak buah mundur,
dengan korban I orang tewas dipihak saya' ''
Suatu hal yang unik pada waktu bangsa kita ditangani Dewan Keamanan
PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), ternyata para personel pasukan keamanan
ini ada juga yang beragama Islam, yaitu keturunan orang India. Saya pemah
beberapa kali menjadi imam dalam sholat berjamaah yang makrnum-makmumnya
juga ter diri dari pasukan-pasukan KTN (Komisi Tiga Negara). Peristiwa ini terjadi
pada waktu diadakan gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia, yang
sementara pada waktu itu dilarang untuk saling menyerang'
Dalam gerakan Barisan Maling (seperti namanya agak terkesan negatif
tetapi sebenamla tidak demikian), Kiai Ilyas melarang barisan ini mencuri uang,
melainkan hanyadikhususkan untuk mencuri, senjata dan anunisi dimarkas Tentra
Belanda Pasukan saya ini jika sudah diperintah (beroperasi), secara gagah berani
mencuri senjata di siang hari, dan biasanya pasukan Belanda dibuat bengong dan
tidak bisa melihat. Mereka tidak sadar senjata dan amunisinya kami curi- Untuk
barisan maling ini dibekali hizib-hizfo 4
Demikianlah sepintas saja peristiwa pada saat itu, yang awal akhir
kenyataannya memang saya berada di lapangan peperangan gerilya yang
berlangSung cukup seru dan pada saat bangsa kita mempertahan kamerdekaan memang
banyak korban berjatuhan di kedua belah pihak. Sementara juga
perjrrjian-perjanjian genjatan senjata di adakan konfirensi-konfiresi yang ditangani
PBB pun berjalan alot, tetapi bangsa Indonesia memang tetap tidak mau di jadikan
budak jajahan oleh negara lain, hingga akhirnya penjajah Belanda harus angkat
kaki dari Persada Nusantara ini pada tahun 1 949'
Karena jasa-jasa saya ikut serta dalam membela bangsa dan negara
maka pada tahun I950 saya didaftar dengan di beri penghargaan oleh Pemerintah
RI; saya dimasukkan sebaga Vieteran perang dengan a kandiberi gaji pensiunan
tetap dalam setiap bulan. Tetapi saya tidak mau dan menolaknya karena mulai
awal “niat saya hanya berjuang membela bangsa dan negara."

4.Untuk Jawa Timur, bagian Timur, dari kalangan Barisan Hizbullah, Barisan Maling
Pipimpin oleh Almarhum KH. As'ad Syamsul Arifin. Kiai ini memimpin Barisan
malingnya untuk mencuri senjata di garnisun tentar jaepang yang ada di daerah
Kabupaten Bondowoso. Kiai ini adalah ulama terkenal dari Organisasi NU serta
pengasuh Ponpes Salafiyah Syafi'iyah Desa Sukorejo Asembagus Kabupaten
'Situionao ( informasi dari alumni ponpes ini bernama Fadliyah yang berusia75
tahun, seperti yang juga telah diberitakan sebuah media pers beberapa tahun
yang lalu).


BERBAI'AT DAN MENGUNDANG GURU MURSYID

Pada, akhir tahun 1942 saya berbai'at Thoriqoh An Naqsyabandiyah
kepada paman saya yaitu Almukarram Kiai Syamsuddin Umbul. Tahun-tahun
itu (pada zarnan penjajahan Jepang) semua orang Islam diwajibkan masuk
organisasi Masyumi (Majelis Musyawarah Muslimin Indonesia), dengan maksud
supaya orang-orang Islam terkoordinir oleh organisasi tersebut.
Di sela-sela kesibukan tiap hari saya sebagai ikhwan Naqsyabandiyah
tetap menjalankan kewajiban thoriqoh, meskipun saya dijadikan keibondan dan
didaftar sebagi anggota Jibakutai (pasukan Berani Mati).
Meskipun situasi tidak menentu pada waktu itu" di daerah Malang Selatan
pengun dangan guru Mursyid tetap dilakukan. Pengundangnya adalah Kiai
Syihabuddin, Kiai SyamsuAl rifin dan Kiai Baidhowi Gondanglegi Barat ( jangan
dikelirukan dengan ayahanda saya). Mereka bertiga mengundang guru Mursyid
tiap-tiap tahun hal ini berlangsung sejak zaman penjajahan Jepang ( I942) hingga tahun i950.
Setelah peperangan berakhir, maka padat ahun 1950 saya menunaikan
ibadah haji ke tanah suci Mekkah yang ongkosnya pada waktu itu hanya
Rp. 3.000,- (tiga ribu rupiah). Tahun tahun tersebut Negara Indonesia belum punya
Bank Penwakilan untuk Arab Saudi ( Money Changer Bank), sehingga
yang digunakan oleh jemaah haji Indonesia untuk berbelanja adalah uang Pound Sterling.
Di Mekkah saya masuk kepada Syekh Ahmad Mudzhar Abdul Adzim
Al Maduri (menantu Kiai Zainal Abidin Kwanyar Bangkalan).6 Di sana saya
menjadi khadamnya (pembantu), biasanya saya membantu keperluan Syekh ini

5 Ayahanda KH. Lathifi adalah KH. Baidhowi bin Ismail, tetapi Kiai Baidhowi
Gondanglegi Barat tersebut adalah orang lain dengan nama yang sama.
6 Syekh Ahmad Mudzhar Abdul Adzim Al-Maduri tersebut adalah bukan seorang
guru Thoriqoh, melainkan sebagai seorang Syekh ' alim yang berada d i Mekkah
Mukanamah.

di rumahnya seperti memasak dan lain-lain. Saya tinggal bersama Syekh ini di
Mekkah selama 7 bulan.
Sepulangnya dari Mekkah pada akhir tahun 1950, saya melakukan
perintisan gerakan Thoriqoh dengan Almukarram Kiai Syirajuddin.7 Dengan
ihkwan-akhawat Malang Selatan saya ditunjuk menjadi pengurus pengundangan
guru Mursyid, yang sebelumnya telah dilalarkan oleh Kiai Syihabuddin, Kiai
Syamsul Arifin dan Kiai Baidhowi Gondanglegi Barat.
Sebagai seorang pengurus pengundangan guru Mursyid, apabila tiba
saatnya waktu mengundang saya mengunjungi tempat tempat di daerah Malang
Selatan yang akan ditempati Tawajjuhan untuk menarik biaya pengundangan.
Tugas ini saya kerjakan mulai tahun 1951 hingga 1973.
Saya dibimbing Kiai Ahmad Syirajuddin sampai Lathifah ke-5. Pada
tahun 1957, Kiai Ahmad Sirajuddin wafat; setelah tiga hari pulang dariperjalanan
tugasnya ke daerah Galis Kabupaten Bangkalan, yang pada waktu menawajjuh
kondisi beliau memang sudah dalam keadaan sakit. Dan Kiai diperistirahatkan
diSampang.
Saya, pada zaman Kiai Ahmad Syirajuddin, mengarang kitab
Syu'latuddiniyah alaa israin Naqsyabandiyah yang di tashih oleh Kiai Ahmad
Syirajuddin, Kiai Fathul Bari dan Kiai Zayyadi bin lsmail. Kitab ini banyak
permintaan dari orang-orang Madura" sebab buku ini adalah yang pertama kali
menerangkan secara gamblang tentang bab-bab Thoriqoh dalam bahasa Madura
sehingga pada tahun-tahun itu hampir menyebar ke seluruh ikhwan-akhawat
Madura, seperti ikhwan-akhawatnya Kiai Ali Wafa, Kiai Fathul Bari, Habib
Mukhsin Ali, Kiai Ahmad Syirajuddin dan lain-lain.8
Setelah Kiai Ahmad Sirajuddin wafat, lalu saya mengundang Kiai Wardi
kajuk (Kiai Wardi adalah putra Kiai Ahmad Syirajuddin yang diangkat Mursyid

7.Almukarram Kiai Ahmad Sirajuddin seringkali cuma diacu atau disingkat Kiai
Sirajuddin atau Kiai Ahmad Syiraj. Lihat silsilah Madura( Naqsyabandiya Ah -
Mudzhariah).
8.Perlu di garis bawahi, Kitab Syu'latuddiniyah alaa israin An Naqsyabandiyah ini
hampir diakui keberadaannya oleh semua guru-guru Mursyid Madura pada waktu
itu. Malahan di Jawa Timur selama l0 tahun terakhir ini, buku tersebut dikenal
secara luas oleh masyarakaut mum ( inforrnasi dari Ustadz Mahfudz-Bondowoso).
Tetapi perlu diketahui juga, ada orang yang merasa tersaingi alias mementingkan
dirinya sendiri mengklaim terhadap buku ini terutama kepada penyusunnya di
Kalimantan Barat (informasi dari Zuhdi dan kawan-kawannya, Pontianak
KalimantanB arat).

Sebagai Khalifah darinya), dan saya tetap melakukan gerakan Thoriqoh dengan
Kiai wardi selama tujuh belas tahun. Saya dengan Kiai wardi dikhatamkan
sampai Muraqabah II . Dan di masa-masa akhir hayatnya Kiai wardi berkata
kepada orang banyak bahwa dua tahun yang akan datang Mursyid di tanah
Jawa dan Madura kosong ( Kiai wardi berkata demikian pada tahun 1973).9
Juga Kiai wardi pembantu dekat yang bemama Dunyati dan pernah
berkata padanya bahwa di daerah sebelah barat Gondanglegi ada seorang
ikhwan yang bagus jalan dzikinya. Akhirnya beberapa bulan setelah Kiai Wardi
berkata demikian; maka Kiai wardi wafat pada akhir tahun 1973 ketika
menjalankan tugasnya menawajjuh ke daerah Sumber Manjing Timur. Ketika
menawajjuh, Kiai Wardi memang sudah dalam keadaan sakit keras.
Selain saya dibimbing oleh tiga guru Mursyid Naqsyabandiyah Madura
di atas, saya juga di bimbing oleh Almukarram Sayyid Abdul Qodir bin Al-Imam
Al-Quttrub Al-Habib Abdullah Bilfaqih Al-Alawy yang bertempat tinggal dijalan
Aries Munandar Malang Jawa Timur. Habib Abdul Qodirb in Ahmad Bilfaqih
Al' alawy tersebut adalah guru Mursyid 'Alawiyah cukup terkenal.

9 Kiai Wardi (putera sekaligus Khalifah dari Kiai Ahmad Syirajuddin) dari Kajuk
sampang Madura ini mempunyai banyak murid di daerah pulau Madura sendiri.
Di Jawa Timur berada di dua Kabupaten; Jember dan Malang. Kiai ini wafat tidak
mengangkat seorang Khalifah.



DIANGKAT GURU MURSYID


A. Diangkat oleh Almukarram KH. AIi Wafa Sebagai Khalifahnya


Telah mu'tamad diketahui oleh umum beliau mendapat ijazah dari KH.
Ali Wafa Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep Madura. Mengenai
sejarahnya beliau beriwayat : 10

Setelah tidak ada Mursyid yang berhubungan ke daerah Malang, saya
tetap tinggal di rumah seperti biasanya yaitu selama 2 tahun, karena
saya mempunyai lembaga pendidiknn Madrasah lbtida'iyah Darul
Ulum dan mengajar di Pondok Pesantren Rubath An
Naqsyabandiyah. Pada tahun 1975 saya didatangi Toan Syarifah
Fatimah Al-Hinduan. Syarifah Fatimah ini adalah guru Mursyid
perempuan yang mendapat ij azah dari Syaikhona Syamsuddin Umbul.
Saya diajak berkunjung ke guru Mursyid di Ambunten Sumenep,
yaitu Almuknrram KH. Ali Wafa.

Setibanya di rumah beliau, di sana tamu banyak sekali, mereka semua
diam tidak adayang berbicara satupun, mereka duduk dengan khusu'.
Saya pikir mungkin baru selesai bertawajjuh, knrena di antara mereka
ada yang khararoh. Pada akhirnya saya bertanya kepada salah
seorang tamu, dia menjawab dan memberitahu bahwa Kiai sedang
sakit serta tidak bisa menemui tamu, sehingga saya ikut diam seperti
mereka.

10 Penulisan otobiografi bertanggal 21 Mei 1994/10 Zulhijjah 1414 H .

Tidak seberapa lama saya disuguhi makan. Ketika saya makan
mendapat separuh, lalu ada pembantu Kiai berkata, "Tamu yang
datang dari Malang dipanggil Kiai disuruh mengambil wudlu dan
supaya menemui Kiai," Semua tamu kaget dan mereka bersiap-siap
untuk menemui Kiai. Tetapi saya melarangnya karena yang dipanggil
hanya saya sendiri. Setelah saya masuk ke ruangan dan belum
berjabat tangan, Kiai Ali Wafa bertanya, "Berapa lathifahmu ?."
Saya menjawab," Kalau dari Syaikhona Ahmad Syirajuddin sampai
lathifah V, kalau dari Syaikhona Wardi saya dikhatamkan muraqabah II. "

Kemudian saya disuruh memejamkan mata dan selanjutnya
ditawajjuhi sampai lathifah VII. Kemudian Syaikhona AIi Wafa
memberi ijazah kepada saya :
“Ajaztuka bitalqinidzikri ‘alal ‘umumi kama ajazani syaikhuna sirajuddin bidzalik”

Maka saya menjawab : “Qobiltu ijazataka bidzalik”

Setelah itu saya tidak sadar, dan kemudian pembantunya Kiai
menuntun dan membawa saya ke Mushollah (anggar). Semua tamu
terheran-heran, sebab saya adalah tamu baru dan belum dikenal.

Mereka semua bertanya-tanya, tetapi saya tidak bisa menjawabnya.
Sebab saya dari rumah memang tidak meminta untuk di-ijazah
menjadi guru Mursyid, tetapi memang atas kehendak Kiai Ali Wafa
sendiri.

Karena Kiai Ali Wafa dalam keadaan sakit, kemudian saya disuruh
dan punya niat berlatnjung ke Almukatam Habib Mukhsin Ali Al Hinduan di sumenep, untuk belajar cara-cara menawaijuh. Alhamdulitlah Habib Mukhsin Ali menerima saya. Dan selaniutnya saya disuruh menginap di rumahnya selama dua hari dua malam'
Dan saya diberi tulisan tangan yang menerangknn cara-caranya menawajjuh, sampai sekarang tulisan tangan Habib Mukhsin Ali tersebut masih ada dan saya simpan.II

Habib Mukhsin Ali betul-betul ridha saya mendapat ijazah. Bahkan
saya diumumkan ke mana-mana, seperti; ke daerah Pontianak dan
daerah Madura. Dan malahan Habib Mukhsin Ali menganjurkan
supayajangan mudah berguru thoriqoh kepada orang yang htrang
ilmunya di dalam bab syari'ah, Habib Mukhsin berkata, "Ada teman
saya yang sekarang cuhrp syari'atnya dan telah mendapat ijazah
diri Kiai Ati Wafa Ambunten Sumenep, yaitu yang bernama
Muhammad Sholeh Baidhowi dari Malang Selatan." Habib Mukhsin
Ali mengumumkan perkataan ini sampai ke Pontianak, sampai sampai
Ikhwan-akhawat di sana mengundang saya karena diberitahu Habib Mukhsin Ali.12

setelah saya pulang dari sumenep dan tiba di rumah langsung ada
sebagian ikhwan ilan akhawat yang meminta kepada saya untuk
ditawajjuhi, padahal saya belum memberitahu bahwa saya sudah
mendipat ijazah. Namun ikhwan dan akhawat tersebut berkata
bahwimereka didatangi gurunya bahwa sayatelah mendapat ijazah
sebagai guru Mursyid Thoriqoh An Naqsyabandiyah.

11. Didalam buku tulisan Habib Mukhsin Al-Hinduan tersebut menjelaskan :
cara caranya menawajjuh atau menuang dzikir atau mengisi dzikir kepada-ikhwan
dan akhawat yang dekat. cara-caranya menawajjuh atau menuang dzikir atau
mengisdi zikir kepada ikhwan_akhawat yang jauh/secara jarak jauh cara-caranya
menawajjuh atau mengisi zikir atau menuang dzikir kepada ikhwan-akhawat
yang sakit/menghadapi sekarat. Serta banyak lagi pelajaran-pelajaran lain'
12. Perlu di garis bawahi, Habib Mukhsin Ali ternyata tidak hanya memberitahu di ke
dua daerah tersebut saja. Malahan Habib juga memberitahu kepada seorang
muridnya yang bemama: KH. Basuni, Pengasuh Pondok Pesantren di Curah
Dami Kabupaten Bondowoso JawaTimur. Sehingga murid Habib ini mengundang
KH. Lathifi untuk tawajjuhan ke pesantrennya di Bondowoso' sampaia khirnya
Kiai ini wafat beberapa tahun yang lalu,

tapi di belakang hari, ada sebagian ikhwan-akhawat yang tidak sadar dan tidak insyaf; merekn mengacau, menghina dan mengklaim
bahwa saya mursyid tiruan. Namun saya diam tidak memperhatikan ejekan mereka, knrena saya menemukan sebuah sya'ir di dalam Kitab
Anwarul Qudsyiah:
Artinya : Apabila Allah berkehendak mengumumkan kelebihan-Nya
yang disimpan, maka akan ramai orang yang hasud (jelek
pikirannya): ke Barat ke Timur berdongeng; menfitnah; sehingga
orang yang tidak tahu menjadi tahu; yang tidak mengerti menjadi
mengerti; yang tidak mengklaim lantas mengklaim, akibat fitnahan
si hasud tadi."

Ada sebagian ikhwan-akhawat yang dahulu insyaf, cinta dan
mengundang saya, naudzubillah, lalu menghina, lantas mengacau,
melarang orang lain untuk mengundang tawajjuhan. Tetapi saya ingat
kisah peristiwa yang dialami baginda Rasulullah SAW; yang mengacau
Rasulullah adalah temannya sendiri, yang menghinapun adalah
familinya sendiri.

Kita tahu bahwa thoriqoh berasal dari Rasulullah SWT; jadi peristiwa
perjalanan thoriqoh tidak jauh berbeda dengan peristiwa yang telah
dialami oleh Rasulullah SAW. Krena ilmu thoriqoh ini "itba" kepada
Rasulullah. Sebab bukan masalah ibadah saja yang itba' kepada
ummatnya, tetapi cobaan dan rintangannya juga diturunlmn.

Sedanglran ikhwan-akhawat yang insyaf, mereka semua bergembira,
malahan mereka berkata bahwa gerakan thoriqoh akan dilanjutkan
terus-menerus dan akan dibuat kemajuannya secara spktakuler
Insya Allah tidak mogok dan tidak macet.

B. Dua Ijazah dari Syekh Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani

Selain ijazahnya dari Almukarram KH. Ali Wafa, beliau mendat ijazah
lagi dari 'Alim-'Allamah syeih Sayyid Muhammad bin Alwi. Mengenai
sejarahnya beliau beriwayat : t 3

Kemudian ada seorang Habib bernama Muhamamd bin Alwi Al'
Maliki dari Meklcnh Mukarramah, kawin dengan putrinya Habib
Ahmad Al-Haddad di Kota Malang. Sehingga saya bisa mengaji
kepada beliau setiap ba'da Ashar; yang dikaji Hadits Bukhari-Muslim,
Tafsir Jalalain, Syarah Hikam dan lain-lain.

Pada suatu katika, saya dengan Habib Muhammad bin Alwi tidak
diperbolehkan pulang, padahal, seperti biasanya setiap selesai sholat
Isya' saya selalu pamit pulang. Namun saya disuruh memijatnya
hingga pukul 2 malam. Setelah selesai memijat saya lantas pamit
pulang dan beliau berpesan besok saya harus sholat beriamaah
Dzuhur di sana.

Beberapa hari kemudian saya berniat tidak pulang yaitu menunggu
semua tamu-tamu pulang. Setelah mereka pulang, saya
menyampaikan hal Silsilah Thoriqoh An Naqsyabandiyah, yahti
silsilah saya dicocokkan dengan Silsilah An Naqsyabandiyah

13 Idem catatan kaki No. 10. Sebagaimana telah diketahui umum Prof. Dr. Syekh
Sayyid Muhannnad bin Alwi adalah Ularna Ahlu Sunnah waljama'ah paling terkenal
dari Mekkah. Habib tersebut adalah seorang Syekh 'alim serta guru thoriqoh yang
manegang berbagai ijazah dan guru-gurunya yang terdahulu. Hampir semua ulama
Indonesia mengenalnya, barangkali karena sangat 'alinmya, Sayyid ini sering
diberitakan di media pers dan media elektronik selama 20 tahun terakhir ini. Dan
Habib juga sering berkunjung ke pesantren-pesantren di Indonesia. Dan ini bukan
suatu kebetulan setelah kami (penulis) mengumplkan bahan berbagai informasi
dari luar ternyata faktanya rnemang hanya KH. Lathifi Baidhowi satu-satunya
guru Naqsyabandiyah Indonesia yang di angkat sebagai Khalifah dan memperoleh
ijazahke-2 dari habib ini. Syekh Naqsyabandiyah dari Mekkah Mukarramah
tersebut dalam mernberi ijazah kepada KH. Lathifi selain melalui temu muka dan
tradisi jabat tangan juga secara tertulis dengan tanda tangan Habib tertanggal 30 Jumaditsani 1405H . (tahun 1985), di Jalan Langsap Raya-Malang Kota.

kepunyaan Habib. Lalu beliau meyuruh saya membaca silsilah
thoriqoh. Setelah cocok, saya langsung ditawajjuhi dan di-ijazah .

Jadi, ijazah saya dari dua jalan, yaitu : dari Almukarram Kiai Ali
Wafa dan Habib Muhammad bin Alwi.

Selain itu, pertama selali saya mengaji kepada Habib, saya langsung
di ijinkan atau diberi ijazah untuk mengajar semua ilmu yang dikaji
kepada beliau. Kemudian saya diberi Kitab namanya Syawariqul
Anwar dan cukup banyak bertmacam-macam kitab yang lain.

Sekarang banyak ikhwan-akhawat yang mengundang saya untuk
menawajjuh ke pelbagai daerah. Karena melihat perkembangan
thoriqoh cukup pesat maka orang-orang yang tidak insyaf dan tidak
senang lalu mengganggu dan menghina, bahkan mengeluarkan
istilah-istilah yang tidak benar.14Namun ikhwan-akhawat yang insyaf
dan senang kepada thoriqoh tetap tidak berubah dan selalu saja

14 Ternyata, hal ini juga dibenarkan oleh seorang peneliti Thoriqoh An
Naqsyabandiyah Indonesia yaitu Dr. Martin van Bruinessen. peneliti yang
berkebangsaan Belanda ini menulis laporan yang memberi kesan tidak baik dan
agak menfitnah KH. Lathifr, tetapi setelah menyelidiki sendiri kepada saksi-saksi
yang ada di Madura pada bulan Juli 1993 yang lalu, dia tampaknya menyesali
fitnahan dan kesalahan-kesalahan tulisannya terhadap KH. Lathifi. Oleh karena
itu, pada bulan Februari 1994 yang lalu dia datang lagi ke pondok pesantren
Rubath An Naqsyabandiyah di Sukosari untuk menemui KH. Lathifi yang ketiga
kali-guna meminta maaf atas fitnahan dan kesalahan tulisan dalam buku edisi
pertamanya tersebut. Sang penulis ini mengaku bahwa dirinya telah mendapat
informasi dari orang-orang yang hasud alias berkepentingan dan mencari keuntungan
pribadi dalam bukunya tersebut. Dia berjanji kepada KH. Lathifi akan meralat
tulisan bukunya yang berisi kesalahan total (khususnya menyangkut su'uddzan
atau buruk sangkanya), dengan akan menerbitkan edisi cetakan ke-2 yang akan
datang yaitu dengan secara lebih hati-hati, seimbang dan fair kepadaK H. Lathifi.

mereka mengundang untuktawajjuhan, malahan jama'ahnya selalu
bertambah ramai dan berkembang pesat hingga saya diundang ke
daerah orang HinduYaitu di Bali.

B. Diundang ke Pelbagai Propinsi sejak Tahun l976-1994

Sebagaimana diketahui, murid murid-murid saya ada di berbagai Propinsi
di Nusantara ini. Biasanya saya diundang ke wilayah-wilayah atau daerah-daerah
untuk pembai'atan dan tawajjuhan.l5 Di tiap-tiap wilayah Kabupaten ada
beberapa Kepala Khaujagan Mereka bertugas untuk memimpin acara
pembaiaan Khaujagan yaitu acara yang tidak boleh ditinggal dan tidak boleh
diluupakan oleh semua ikhwan-akhawat Thoriqoh An Naqsyabandiyah A1-
Mudzhanyah, ,karena acara khaujagan ini berguna untuk memperkuat ikatan tali
persaudaraan dan menrper kokoh jalan dzikir lsrnu-Dza t(Khaujagan adalah syarat
tiang ke-3 Thoriqoh An Naqsyanbandiyah setelah dzikir dan Robitttoh).
Kelompok-kelompok murid saya di tiap-tiap wilayah Kabupaten terdiri
dari 300 sampai 2000 orang (dihitung secara statistik yang aktif dan non aktif).
untuk Propinsi Jawa Timur berada di daerah Kabupaten; Malang, Lumajang,
Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo dan Ibu Kota Surabaya. Untuk
pulau Madura berada di Wilalah Kabupaten; Sampang, Bangkalan, Pamekasan,
dan pulau Masa Lembu di sekitarnya (masih termasuk wilayah administratif
Kabupaten Sumenep).

15. Pertemuan tawajjuh atau secara tawajjuhan sangat penting sekali untuk di hadiri
oleh semua ikhwan-akhawat, karena guru Mursyid akan menawajjuh atau mengisi
dzikir atau menuang dzikir secara langsung satu per satu kepada ikhwan-akhawat
dalam pertemuan tersebut. Perternuan ini sangat berguna untuk kemajuan rohani
murid-murid serta disana murid secara langsung bisa menanpung barokah dari guru
Mursyid. Oleh karena itu, seorang murid yang cukup tinggi himmahnya(kemauan
dan cintanya) kepada Thoriqoh An Naqsyabandiyah ini dia akan terus mengikuti
acara pertemuan tawajjuhan ini kemana dan dimana guru Mursyid diundang.
Meskipun bertawajjuh bisa dilalukan secara jarak jauh yaitu melalui Robithah dan
dzikir lsmu Dzat tiap hari, namun Pertemuan tawaijuh secara langsung antara
murid dan gurumursyid ini lebih berguna dan lebih besar manfaatnya, Karena di
sana guru Mursyid juga akan mamberi fatwa-fatwa atau nasehat-nasehat penting
untuk kemajuan akhlaq dan ubudiyah ikhwan-akhawat. Maka dari itu, akan sangat
rugi kalau melewatkan pertemuaan cara tawaijuh yang telah diselenggarakan oleh
ikhwan-akhawat(yang biasanya dilakukan oleh panitia atau pengurus pengundangan
guru Mursyid maupun pengundangan secara perorangan) di daerahnya masing masing.

Sedangkan untuk Propinsi Bali berada di wilayah Ibu Kota Denpasar
sekitar Kecamatan Kuta, Propinsi Kalimantan Barat berada di Wilayah lbu Kota
Pontianak dan Kabupaten Sambas. Propinsi Sulawesi Selatan berada di Wilayah
Kabupaten; Maros, Barru, Sinjai, Bone, pangkap dan Kotamadya Ujung
Pandang. Saya sekarang ada rencana diundang ke Banjarmasin (Kalimantan
selatan), samarinda (Kalimantan Timur), serta Kendari (sulawesi Tenggara).
Ternpat-tempat italah tersebut di atas secara berkala mengundangnya
dengan jadwal masing-masing (Masa Lembu dan Kabupaten Situbondo
mengundangnya dua sampai tiga kali dalam setahun) sehingga saya berada di
rumah 3 hari atau 1 minggu perbulan tiap-tiap tahunnya. Khusus satu bulan
dalam Ramadhan saya tidak mengadakan perjalanan karena banyak kegiatan
di pondok pesantren pada bulan tersebut.
Saya juga telah mengangkat dua Mursyid Khalifah yaitu KH. Zahid, putra
saya dan KH. Thaifur putra Almukarram KH. Ali Wafa.

1 Response to "RIWAYAT HIDUP KH. LATHIFI BAIDHOWI, ra"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel